Perlindungan terhadap pekerja perempuan

Perlindungan terhadap pekerja perempuan

Latar Belakang

Pekerja perempuan mempunyai peran ganda baik sebagai tenaga kerja yang harus dilindungi hak-haknya, maupun sebagai ibu rumah tangga. Kemudian dengan adanya kodrat perempuan yang dimana pada saat-saat tertentu pasti mengalami hal-hal yang alamiah seperti haid, hamil, dan melahirkan. Oleh sebab itu, pekerja perempuan memerlukan pemeliharaan dan perlindungan kesehatan yang baik, terutama terkait kesehatan reproduksinya agar generasi penerus terjamin kesehatannya. Selain itu juga jumlah pekerja perempuan cukup banyak dan mereka mempunyai peran penting dalam mengisi pembangunan, karenanya pekerja perempuan mempunyai hak yang sama tanpa diskriminasi dalam pekerjaan.

Lingkup Pembahasan

  1. Perlindungan Khusus Pekerja Perempuan:
  • Protective
  • Pada masa Haid

Bagi wanita yang normal dan sehat, pada usia tertentu akan mengalami haid. Di dalam praktiknya, banyak wanita yang sedang dalam masa haid namun dapat tetap bekerja tanpa gangguan apapun. Tetapi, perempuan yang mengalami rasa nyeri atau kram di perut bagian bawah pada saat menstruasi dan dapat mengganggu aktivitas pekerjaan memiliki hak khusus. Hal ini diatur dalam dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 81. Pekerja perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid. Tentunya cuti ini diberikan dengan melampirkan surat dokter. Menurut UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pasal 81

(1) Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.

  • Sebelum dan sesudah melahirkan

Berangkat dari regulasi nasional, pada Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Pasal 76 Ayat (2) menyatakan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan perempuan hamil yang dapat berbahaya untuk kandungannya dan dirinya sendiri. Oleh karena itu, perusahaan wajib menjamin perlindungan bagi pekerja wanita yang sedang hamil, karena pekerja yang sedang hamil berada dalam kondisi yang sangat rentan harus dihindarkan dari beban pekerjaan yang berlebih.

Kemudian menurut UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 76 Ayat (2), pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.

Bagi pekerja perempuan yang hamil, berhak diberikan waktu cuti selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan sebagaimana diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 pasal 82. Untuk pengajuan cuti ini, pekerja perempuan wajib memberitahu pihak manajemen perusahaan sedikitnya 1,5 bulan sebelum perkiraan kelahiran. Begitu pula setelah kelahiran anak, sebaiknya dilaporkan pada perusahaan selambatnya 7 hari dengan melampirkan bukti kelahiran atau akta kelahiran.

Lebih lanjut lagi, berdasarkan PP RI Nomor 14 tahun 1993 Pasal 2 ayat (3), perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 10 tenaga kerja atau membayar upah paling sedikit Rp 1.000.000/bulan wajib mengikut sertakan karyawannya dalam program Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) berupa BPJS Kesehatan. Salah satu cakupan program BPJS Kesehatan adalah jaminan pemeliharaan kesehatan yang mencakup pemeriksaan dan biaya persalinan. BPJS Kesehatan memberikan pelayanan kesehatan bagi anggotanya termasuk pemeriksaan kehamilan dan persalinan. BPJS menetapkan besaran tarif persalinan normal di Fasilitas Kesehatan I sebesar Rp. 600.000. Jika biaya persalinan normal lebih dari Rp 600.000, selebihnya peserta harus membayar sendiri.

Kemudian dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam pasal 185 menyebutkan bahwa pengusaha yang tidak memberikan waktu cuti selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan akan dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). Menurut UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

  • Sesudah gugur kandungan

Pekerja wanita yang mengalami keguguran kandungan juga memiliki hak cuti melahirkan selama 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan. Dalam pasal 82 ayat 2 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 dinyatakan bahwa pekerja wanita yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan yang menangani kasus keguguran tersebut. Seperti saat melahirkan, seorang pekerja pria juga memiliki hak cuti selama 2 hari ketika istrinya mengalami keguguran.

  • Menyusui bayi

Diatur dalam undang-undang internasional dan nasional. Pasal 83 undang-undang no. 13 tahun 2003 mengatur bahwa pekerja wanita yang masih menyusui anaknya harus diberi kesempatan, minimal diberi waktu untuk memerah asi pada waktu jam kerja. Dalam hal ini seharusnya setiap perusahaan menyediakan ruangan untuk memerah asi. Dalam Pasal 10 Konvensi ILO No. 183 tahun 2000

Pasal 10

  1. Seorang perempuan harus diberi hak untuk satu atau lebih istirahat harian atau pengurangan jam kerja harian untuk menyusui anaknya.
  2. Masa istirahat untuk menyusui atau pengurangan jam kerja harian diperbolehkan; jumlahnya, durasi istirahat menyusui dan prosedur pengurangan jam kerja harian harus ditentukan oleh hukum dan praktek nasional. Istirahat atau pengurangan jam setiap hari kerja akan dihitung sebagai waktu kerja dan dibayar dengan sesuai
  • Pekerja peremuan usia di bawah 18 pada malam hari

Minimum umur pekerja menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah 14 Tahun. Namun, bagaimana pun, pekerja berumur di bawah 18 tahun (U-18) ini adalah mereka yang secara psikologis disebut remaja, yang ternyata lebih rentan terhadap risiko kecelakaan di tempat kerja. Selain karena emosi yang belum stabil, mereka juga cenderung tidak memahami hak kerjanya, dan tidak berani untuk speak up, sekali pun tahu apa saja haknya. Pengusaha biasanya juga tidak mengetahui syarat-syarat mempekerjakan pekerja U-18.

Pekerja U-18, apalagi yang berjenis kelamin perempuan tingkat kerentanannya bahkan lebih tinggi lagi dibanding pekerja U-18 berjenis kelamin laki-laki. Hal ini terkait dengan masih tingginya tingkat kekerasan seksual terhadap wanita di Indonesia. Oleh karena itu, UU No. 13 Tahun 2003 juga mengatur, bahwa pekerja wanita di bawah umur 18 tahun tidak boleh dipekerjakan antara pukul 23.00-07.00. Seperti yang kita tahu, pada rentang waktu tersebut sebagian besar tempat cenderung sepi.

  • Corrective
  • Larangan PHK bagi wanita hamil

Pemutusan Hubungan Kerja Dengan Alasan Khusus. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Permen 03/Men/1989, mengatur tentang larangan PHK terhadap pekerja perempuan dengan alasan menikah, hamil, atau melahirkan. Hal ini juga diatur dalam konvensi ILO No. 183 / 2000 pasal 8 bahwa sekembalinya ke tempat kerja, perusahaan dilarang melakukan diskriminasi terhadap pekerja perempuan yang baru saja kembali setelah cuti melahirkan. Mereka berhak menduduki kembali posisinya serta mendapatkan gaji yang sama dengan gaji yang diterima sebelum cuti melahirkan.

  • Perlindungan saat bekerja di malam hari

Berdasarkan KEPMENAKER Nomor 224 Tahun 2003, pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 wajib untuk memberikan pekerjanya makanan dan minuman bergizi. Makanan tersebut setidaknya harus mengandung 1400 kalori dan bervariasi. Makanan diberikan pada waktu istirahat. Makanan hingga ruangan makan yang disediakan juga harus memenuhi syarat higiene dan sanitasi.

Selain itu, menjaga kesusilaan dan keamanan di tempat kerja. Kesusilaan dan keamanan dapat terjaga dengan menyediakan petugas keamanan dan kamar mandi terpisah antara perempuan dan laki-laki yang memiliki penerangan memadai.

Perusahaan juga wajib menyediakan angkutan yang mengantar jemput pekerja/buruh perempuan yang bekerja dari pukul 23.00 hingga 05.00. Tempat penjemputan harus mudah dan aman untuk dijangkau. Kendaraan yang digunakan dalam kondisi layak dan harus terdaftar di perusahaan. Perlindungan di atas selanjutnya akan diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

  • Non Diskriminatif
  • Pengupahan yang sama

Menurut Pasal 1 ayat 30 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Ketentuan untuk membayar upah bagi pengusaha adalah:

  • Pengusaha dilarang membayar lebih rendah dari ketentuan upah minimum yang telah ditetapkan pemerintah setempat (Pasal 90 ayat 1 UU No. 13/ 2003).
  • Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 ayat 1 No. 13/2003). Kebijakan pemerintah mengenai pengupahan yang melindungi pekerja/buruh meliputi:
  1. upah minimum
  2. upah kerja lembur
  3. upah tidak masuk kerja karena berhalangan
  4. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya
  5. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya
  6. bentuk dan cara pembayaran upahdenda dan potongan upah
  7. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah

Pekerja Wanita mendapat hak khusus, seperti setiap pekerja perempuan tetap berhak mendapat upah penuh selama menjalankan cuti, termasuk cuti hamil dan melahirkan.

  • Kesempatan sama dalam pekerjaan dan jabatan tanpa SARA

Adapun dikerluarkannya TAP MPR Nomor XVI/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, Keputusan  Nomor 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia Indonesia. Ketentuan-ketentuan tersebut untuk menjamin hak untuk memilih, untuk memegang jabatan publik dan terhindar dari diskriminasi.

  • Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita di lapangan pekerjaan

Seperti halnya bentuk diskriminasi untuk wanita dalam hubungan  kerja atau hubungan industrial. Bentuk perlakuan diskriminasi pada perempuan dapat terjadi sejak mulai penerimaan seperti mencari tenaga kerja wanita yang belum menikah, siap tidak menikah selama dalam kontrak atau pada waktu tertentu dan sebagainya. Setelah diterima bekerja, wanita kembali diskriminasi. Misalnya, sulitnya wanita menerima cuti hamil, pembayaran upah dalam waktu cuti hamil atau bermasalahnya pemberian bantuan persalinan dan upah selama persalinan atau saat cuti persalinan. Contoh bentuk perlakuan diskriminasi setelah diterima bekerja salah satunya dalam hal kesempatan menduduki jabatan antara pekerja laki-laki dan wanita dalam institusi tertentu.  Wanita akan diberikan pembatasan-pembatasan dengan syarat-syarat tertentu jika ingin mencapai jabatan dalam institusi.

untuk memilih, untuk memegang jabatan publik dan terhindar dari diskriminasi.

Dalam Konvensi ILO No. 111 istilah diskriminasi meliputi:

  • Setiap pembedaan, pengecualian, atau pengutamaan atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, keyakinan politik, kebangsaan atau asal-usul sosial yang berakibat meniadakan atau mengurangi persamaan kesempatan atau perlakuan dalam pekerjaan atau jabatan;
  • Perbedaan, pengecualian atau pengutamaan lainnya yang berakibat meniadakan atau mengurangi persamaan kesempatan atau perlakuan dalam pekerjaan atau jabatan sebagaimana ditentukan oleh anggota yang bersangkutan setelah berkonsultasi dengan wakil organisasi pengusaha dan pekerja jika ada, dan dengan badan lain yang sesuai.

UU No 13 Tahun 2003 memberikan pengaturan bahwa pengusaha harus memperhatikan hal-hal berikut (Pasal 32 UU):

  • Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif serta adil, dan setara tanpa diskriminasi
  • Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum
  • Penempatan tenaga kerja dilaksanakan dengan memperhatikan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan program nasional dan daerah.

 

  1. Upaya yang dilakukan untuk melindungi pekerja perempuan
  2. Melakukan sosialisasi dan advokasi tentang pentingnya pemenuhan hak perempuan dalam ketenagakerjaan secara terus menerus dan berkesinambungan juga tentang kebijakan perlindungan hak perempuan dalam ketenagakerjaan ke daerah.
  3. Permen PP dan PA No. 7 tahun 2014 tentang Panduan Penilaian Perusahaan Pembina Terbaik Tenaga Kerja Perempuan
  4. Fasilitasi penyediaan sarana kerja yang responsif terhadap kebutuhan perempuan dan anak.
  5. Permen PP No.5 tahun 2015 tentang Penyediaan Sarana Kerja yang responsif gender dan peduli anak
  6. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dalam kegiatan GP2SP mulai dari perencanaan, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasinya.

Apa yang harus disediakan ?

  1. Ruang ASI, termasuk pemberian waktu untuk memerah ASI atau memberikan ASI eksklusif
  2. Ruang pengasuhan anak
  3. Fasilitas pelayanan kesehatan
  4. Sarana lain yang menunjang
  5. Termasuk sumber daya manusia sebagai pengelolanya

Berdasarkan pasal-pasal yang diberlakukan diatas jelas bahwa pemerintah sudah melakukan upaya perlindungan terhadap pekerja wanita melalui peraturan perundang-undangan tersebut.

Referensi:

Addiniaty, A. Tanpa Tahun. Lemahnya Perlindungan Hukum Bagi buruh Wanita. [Online] RechtsVinding Online Media Pembinaan Hukum Nasional. Tersedia di: http://rechtsvinding.bphn.go.id/jurnal_online/Buruh%20Perempuan_Nida_REV.pdf diakses pada tanggal 17 Februari 2018.

Ernawati, E. Tanpa Tahun. Hak Pekerja Perempuan dan Hukum yang Mengatur Perlindungannya. Laporan Penelitian Pelanggaran Hak Buruh Perempuan dan Upaya Advokasi Buruh, TURC. Tersedia di https://www.academia.edu/7954670/Hak_Pekerja_Perempuan_dan_Hukum_yang_Mengatur_Perlindungannya

Eruopean Agency for Safety and Health at Work. (2018). Young people and safety and health at work – Safety and health at work – EU-OSHA. Tersedia di ://osha.europa.eu/en/themes/young-workers diakses pada tanggal 16 Februari 2018.

International Labour Organization. 2000. K183 Konvensi Perlindungan Maternitas. [Online] Tersedia di http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@ro-bangkok/@ilo-jakarta/documents/legaldocument/wcms_149910.pdf diakses pada tanggal 17 Februari 2018.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Tanpa Tahun. Perlindungan Hak Perempuan dalam Ketenagakerjaan. Powerpoint [Online] Tersedia di: http://www.kesjaor.kemkes.go.id/documents/05_Presentasi%20GP2SP%20KPP%20dan%20PA.pdf  diakses pada tanggal 7 Februari 2018.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Suradi., Solechan., Harini, S.L. 2016. Pelaksanaan Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkerja Wanita Berdasarakn Perjanjian Kerja Bersama di PT. Apac Inti Corpora. Artikel Jurnal  [Online] Tersedia di: https://www.neliti.com/id/publications/19035/pelaksanaan-perlindungan-keselamatan-dan-kesehatan-kerja-k3-pekerja-wanita-berda diakses pada tanggal 17 Februari 2018.

Tanpa Nama. (2018). Hak Pekerja Perempuan: Kehamilan / Biaya Melahirkan. [online] Tersedia di: https://gajimu.com/main/pekerjaan-yanglayak/hak-maternal/pertanyaan-mengenai-hak-pekerja-perempuan-1 diakses pada tanggal 14 Februari 2018.

United Nations Entity for Gender Equality and the Empowerement of Women. 2009. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women. Tersedia di: http://www.un.org/womenwatch/daw/cedaw/text/econvention.htm#article1 diakses pada tanggal 17 Februari 2018.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan

About the author

Dinamika Mitra Global administrator

WhatsApp chat